Monday, May 14, 2012

Kehidupan Masyarakat Quraisy Sebelum Datangnya Nabi Muhammad SAW

Ini tugas agama saya kelas 7~
--
KEHIDUPAN MASYARAKAT QURAISY SEBELUM DATANGNYA
NABI MUHAMMAD S.A.W

Kehidupan bangsa Arab sebelum diutusnya Rasulullah berada dalam kekacauan yang luar biasa. Mereka menyekutukan Allah, banyak berbuat maksiat, tidak memiliki norma, percaya kepada khurafat, dan berbagai bentuk keburukkan moral lain.

Manusia saat itu benar-benar dalam kebodohan yang sangat akan ucapan-ucapan yang mereka sangka baik padahal bukan, serta amalan yang disangka baik padahal rusak.


Keadaan seperti diatas mulai terlihat sejak munculnya Amr bin Luhay   Al-Khuza’iy. Ia dikenal sebagai orang yang gemar ibadah dan beramal baik sehingga masyarakat waktu itu menempatkannya sebagai seorang ulama. Sampai suatu saat, Amr pergi ke daerah Syam. Ketika mendapati para penduduknya beribadah kepada berhala-berhala, Amr menganggapnya sebagai sesuatu yang baik dan benar. Apalagi, Syam dikenal sebagai tempat turunnya kitab-kitab Samawi (kitab-kitab dari langit). Ketika pulang, Amr membawa oleh-oleh berhala dari Syam yang bernama Hubal. Ia kemudian meletakkannya di dalam Ka’bah dan menyeru penduduk Makkah untuk menjadikannya sebagai sekutu bagi Allah dengan beribadah kepadanya. Disambutlah seruan itu oleh masyarakat Hijaz, Makkah, Madinah dan sekitarnya karena disangka sebagai hal yang benar.

Sejak itulah, berhala tersebar di setiap kabilah. Akibatnya, peribadatan kepada berhala menjadi pemandangan yang sangat mencolok. Apalagi, kesyirikan tersebut disangka masyarakat waktu itu sebagai agama Ibrahim A.S. Padahal, tradisi menyembah berhala-berhala itu kebanyakannya adalah hasil rekayasa Amr bin Luhay yang kemudian dianggap bid’ah hasanah.

Diantara tradisi syirik masyarakat waktu itu ada juga tradisi menginap di sekitar berhala itu, memohonnya, mencari berkah darinya karena diyakini dapat memberi manfaat, thawaf, tunduk dan sujud kepadanya, menghidangkan sembelihan dan sesaji kepadanya, dan lain-lain. Mereka melakukan hal itu karena meyakini bahwa itu akan mendekatkan kepada Allah dan memberi syafaat sebagaimana Allah kisahkan dalam Al Qur’an.
Selain kesyirikan, kebiasaan jelek yang mereka lakukan adalah perjudian dan mengundi nasib dengan 3 anak panah. Caranya dengan menuliskan “ya”, “tidak” dan dikosongkan pada ketiga anak panah itu. Ketika ingin bepergian misalnya, mereka mengundinya. Jika yang keluar “ya”, mereka pergi dan jika “tidak”, tidak jadi pergi. Jika yang kosong maka diundi lagi.

Mereka juga mempercayai berita-berita ahli nujum, peramal dan dukun, serta menggantungkan nasib melalui burung-burung. Ketika ingin melekukan sesuatu, mereka mengusir burung. Jika terbang ke arah kanan berarti terus, jika ke arah kiri berarti harus diurungkan. Selain itu, mereka juga pesimis dengan bulan-bulan tertentu. Misalnya karena pesimis dengan bulan safar, mereka kemudian merubah aturan haji sehingga tidak mengijinkan orang luar Makkah untuk haji kecuali dengan memakai pakaian dari mereka. Jika tidak mendapatkan, maka melakukan thawaf dengan telanjang.

Kehidupan sosial kemasyarakatan dalam kaitannya dengan hubungan lain jenis pun sangat rendah, khususnya di kalangan masyarakat menengah ke bawah. Sampai-sampai pada salah satu cara pernikahan mereka, seorang wanita menancapkan bendera di depan rumah. Ini merupakan tanda untuk mempersilahkan bagi laki-laki siapa saja yang ingin ‘mendatanginya’. Jika sampai melahirkan, maka semua yang pernah melakukan hubungan dikumpulkan dan diundang seorang ahli nasab untuk menentukan siapa bapaknya, kemudian sang bapak harus menerimanya.

Poligami saat itu juga tidak terbatas, sehingga seorang laki-laki bisa menikahi wanita sebanyak mungkin. Bahkan sudah menjadi hal yang biasa seorang anak menikahi bekas istri ayahnya dengan mahar semau laki-laki. Jika perempuan itu tidak mau, maka laki-laki itu akan memaksa wanita itu untuk menikah kecuali dengan siapa yang diizinkan olehnya. Sehingga dalam banyak hal, wanita terdzalimi. Sampai yang tidak berdosapun merasakan kedzaliman itu, yaitu bayi-bayi wanita yang ditanam hidup-hidup karena takut miskin dan hina.

Meski tidak dipungkiri di sisi lain mereka memiliki sifat atau perilaku yang baik, namun itu semua lebur dalam kerusakan agama, moral yang bejat, yang di kemudian hari seluruhnya ditentang oleh Islam dengan diutusnya Rasullallah Shallallahu ‘alaihi Wasallam sebagai pelita yang sangat terang bagi umat ini.

No comments:

Post a Comment